Filsafat Pendidikan Islam

 


 FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH




DISUSUN OLEH :

MUHAMMAD NASRULLAH



JURUSAN : TARBIYAH









BAB I

Pendahuluan

Sejarah sangat berpengaruh besar pada perkembangan zaman berikutnya. Sejarah memiliki berbagai macam nilai yang bisa diambil sebagai hikmah dan pelajaran untuk generasi setelahnya sehingga sejarah harus dijaga, dilestarikan dan di teliti agar makna yang terkandung didalamnya punya pengaruh besar bagi zaman – zaman yang akan datang.

Kita tidak bisa pungkiri bahwasanya sejarah sudah mewarnai dunia di abad ini yang dampaknya bisa kita rasakan hingga saat ini bahkan seolah-olah mereka para pencetus sejarah sedang memimpin kita saat ini.

Maka perlulah sekiranya jika sejarah kita jadikan pacuan dan rujukan yang bisa di telaah untuk membentuk sejar-sejarh selanjutnya yang nantinya bisa membawa dampak yang lebih baik bagi diri kita maupun masyarakat di dunia.












BAB II

Pembahasan

A. Biografi Muhammad Abduh

Muhammad Abduh adalah seorang pemikir, teolog, mufti dan pembaru Islam di Mesir pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 M. Pada tahun 1849 M/226 H di Mesir, Muhammad Abduh lahir bertepatan pada masa pemerintahan Ali Pasya dan dibesarkan di Mahallat Nasr. Beliau adalah putera dari Abduh Hasan Khairullah yang berasal dari Turki dan telah lama menetap di Mesir. Sedangkan Ibunya berasal dari suku Arab asli dan silsilah keturunannya sampai pada khalifah Ummar bin Khattab.

Muhammad Abduh pada usia 12 tahun sudah mampu menyempurnakan hafalannya dan pada umur 14 tahun beliau dikirim belajar oleh ayahnya ke Tanta untuk belajar di Masjid Ahmadi. Dua tahun setelah belajar di masjid tersebut Muhammad Abduh merasa bosan dan kecewa karena metode yang digunakan adalah hafalan tanpa mementingkan pemahaman. Lalu kemudian beliau kembali ke Mahallat Nasr.

Setelah empat puluh hari setelah menikah, Muhammad Abduh diminta oleh Ayahnya kembali ke Tanta, namun ditengah perjalanan pulang beliau mengubah haluan menuju Kanisah untuk menemui pamannya –syeikh Darwisy Khadar-. Pamannya adalah seorang yang memiliki pengetahuan yang sangat luas karena sering melewati perlawatan ke luar mesir dan melalui pamannyalah beliau tekun belajar ilmu tasawuf dan kembali belajar ke Masjid Al-Mahdi lalu ke Kairo dan belajar di Al-Azhar. Di Al-Azhar adalah awal perkenalan Abduh dengan tokoh pemikir Islam –Jalaluddin Al-Afgani- yang memiliki kepandaian, wibawa, karisma, dan keyakinan akan masa depan peradaban Islam yang kemudian menjadi guru Muhammad Abduh.

Melalui Jalaluddin-lah Muhammad Abduh mendalami pengetahuan filsafat, teologi, politik, dan jurnalistik serta salah satu bidang yang sangat menarik perhatian Abduh adalah teologi, terutama teologi Mu’tazilah yang disebut sebagai aliran rasionalis yang lebih banyak didukung oleh dalil aqliyah(akal).

Dengan buah pemikirannya, Muhammad Abduh banyak berkomentar tentang dan mengkritisi pemerintahan berkenaan dengan politik pendidikan yang diterapkan saat itu yang menyebabkan mahasiswa Mesir tidak mempunya ruh kebangsaan yang hidup hingga rela dipermainkan oleh politik penjajahan asing.

Pada tahun 1882 M, terjadi pemberontakan di Mesir yang dipimpin oleh para perwira tinggi yang awalnya adalah perwira kepercayaan pemerintahan saat itu. Pemberontakan tersebut disebabkan oleh kemunculan sebuah gerakan yang dipimpin oleh Arabiya Pasya dan Abduh sebagai penasehatnya. Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan akhirnya Muhammad Abduh dibuang keluar negeri. Pada masa pembuangan tersebut, semangat dakwahnya tidak pernah padam, beliau selalu menyebarkan dakwahnya, baik sebagai seorang guru maupun melalui tulisan-tulisan dan lain-lain.

Abduh memang selalu bersikap berani dalam membela Islam dari segala serangan dan penghinaan. Ia menantang Gabriel Henatoux, menteri luar Negeri Prancis karena tulisannya tentang Islam yang menurut Abduh tidak benar dan merupakan suatu penghinaan.

Di paris, bersama Jalaluddin Afgani menyusun gerakan yang disebut al-urwah al-wutsqa, gerakan kesadaran ummat Islam sedunia dengan menerbitkan majalah al-urwah al-wutsqq. Dan kemudian melalui majalah ini ternyata sangat berpengaruh bagi ummat Islam sehingga membuat kaum imperialis gempar dan cemas sampai kemudian pemerintah perancis melarangnya terbit demikian pula dengan pemerintah Inggris yang melarang masuknya majalah itu ke India dan Mesir.

Pada tahun 1884 M, Abduh diizinkan untuk kembali ke Mesir dan ia kemudian dipercaya untuk memegang jabatan penting di pemerintahan dan masyarakat sangat menghormatinya. Lalu Muhammad Abduh melakukan perbaikan di Universitas Al-Azhar dan didukung oleh perintah yang dipimpin oleh Khedive Abbas Hilmi dan beliau juga dipercayai sebagai Mufti[1] Mesir oleh pemerintah hingga beliau meninggal dunia. Abduh sering ditunjuk sebagai ketua panitia penghubung dengan pemerintahan dan ia juga dikenal sebagai hakim yang sangat adil.

B. Pemikiran Muhammad Abduh : Bidang teologi, politik dan kenegaraan.

Pokok pemikiran Muhammad Abduh dalam bidang teologi terdapat dalam kitab Risalah Tauhid :

1. Tentang konsep Iman, yaitu Iman bukan sekedar tasya’iq melainkan juga mencakup Ma’rifat yang disertai dengan perbuatan. Iman itu sendiri mencakup tiga unsur:

· Ilmu (pengetahuan)

· I’tiqad (kepercayaan) dan

· Keyakinan



2. Sifat Tuhan adalah esensi Tuhan, yakni sifat Tuhan itu tidak berdiri sendiri.

3. Perbuatan wajib Tuhan mengatur ala mini sesuai dengan sunnah-Nya dan kepentingan Manusia. Selain itu tugas Tuhan adalah berbuat kepada manusia, tidak membebani manusia dengan hal yang diluar kemampuan manusia, mengirim Rasul sebagai teladan bagi ummat Manusia yang berbuat baik dan jahatsesuai dengan apa yang mereka lakukan.

4. Konsep keadilan Tuhan, Tuhan Maha adil, mustahil Tuhan berbuat aniaya, karena hal tersebut bertentangan dengan keadilan Tuhan.

5. Konsep kekuasan dan kehendak Tuhan, Tuhan maha kuasa dan maha berkehendak tapi tidak berkehendak sewenang-wenang karena bertentangan dengan sifat adil-Nya.

6. Manusia diberi kehendak dan kebebasan untuk berkehendak dan berbuat sehingga dibekali akal dan pikiran untuk mempertimbangkan akibat perbuatannya dan kebebasan dibatasi oleh hukum alam (sunnatullah).

7. Akal mempunyai fungsi yang sangat tinggi. Dengan akal ia dapat mengetahui adanya Tuhan dan sifatnya, hidup di akhirat, kewajiban hamba terhadap Tuhannya dan lain-lain.



Dalam bidang politik dan kenegaraan, Abduh berpandangan bahwa pembaharuan Negara dapat dicapai melalui pembaruan ummat. Abduh tidak menghendaki jalan revolusi akan tetapi evolusi, tidak menghendaki jalan konfrontatif dengan penjajah dan kekuasaan perlu dibatasi dengan konstitusi yang jelas yakni sistem musyawarah yang dapat mewujudkan politik yang demokratis agar tidak timbul tindakan sewenang-wenang.

Muhammad Abduh juga berpandangan bahwa Islam mundur karena ummatnya statis. Mereka enggan dan bahkan menolak pembaharuan, maka abduh menganjurkan agar kembali kepada Al-Qur’an dan hadits serta menyatakan bahwa pintu ijtihad masih terbuka.[2]
Pemikiran Muhammad Abduh tentang Pendidikan

Abduh melihat bahwa salah satu pemyebab keterbelakangan ummat Islam yang amat memprihatinkan adalah hilangnya tradisi intelektual yang pada intinya ialah kebebasan berfikir. Dan juga pada umumnya pendidikan tidak diberikan kepada kaum wanita sehingga wanita tetap dalam kebodohan.. abduh berpandangan bahwa penyakit tersebut berpangkal dari ketidaktahuan ummat Islam pada ajaran agama yang sebenarnya dan obat untuk penyakit tersebut yakni dengan cara mendidik dengan sistem yang tepat.

Sebelumnya pendidikan di Mesir yang diawali oleh Muhammad Ali hanya menekankan pada perkembangan aspek intelektual dan mewariskan dua tipe pendidikan pada masa berikutnya. Model pertama yakni sekolah modern yang memberikan pengetahuan barat tanpa memberikan ilmu agama, sedangkan model kedua yakni sekolah agama yang hanya memberikan ilmi pengetahuan agama tanpa mempelajari ilmu modern dari barat sehingga perkembangan intelektual berkurang dan masing-masing dari dua model sekolah tersebut berdiri sendiri-sendiri tanpa mempunyai hubungan satu sama lain.

Muhammad Abduh melihat segi negatif dari dua pola pendidikan tersebut sehingga mendorongnya untuk mengadakan perbaikan pada dua instansi tersebut. Berikut berbaikan yang dilakukan Abduh dalam bidang pendidikan tersebut :

1. Tujuan pendidikan. Menurut Abduh tujuan pendidikan adalah mendidik akal dan jiwa dan menyampaikannya pada batas-batas kemungkinan seorang untuk mencapai kebahagian di dunia dan akhirat. Abduh berkeyakinan apabila aspke akal dan spiritual dididik dengan cara dicerdaskan dengan agama, ummat Islam akan bersaing dengan ilmu pengetahuan baru dan dapat mengimbangi mereka (barat) dalam kebudayaan.

2. Kurikulum sekolah. Muhammad abduh merumuskan kurikulum sebagai berikut:

· Untuk sekolah tingkat dasar : membaca, menulis, berhitung dan pelajaran agama dengan materi aqidah, akhlaq dan sejarah Islam.

· Untuk tingkat menengah : mantiq dan dasar, dasar penalaran, akidah yang dibuktikan dengan akal dan dalil-dalil yang pasti, fiqh dan akhlaq dan sejarah Islam.

· Untuk tingkat atas : tafsir, hadits, bahasa Arab, dengan segala cabangnya, akhlaq dengan pembahasan yang rinci, sejarah Islam, retorika, dan dasar-dasar berdiskusi dan ilmu kalam.

3. Metode pengajaran. Abduh sangat menekankan pemberian pengertian (pemahaman) dalam setiap pembelajaran dengan diskusi bersama dan menghindari metode hafalan tanpa pemahaman karena hanya akan merusak daya nalar siswa.

4. Pendidikan bagi perempuan. Menurut Abduh Pendidikan harus diikuti oleh semua kalangan baik laki-laki maupun perempuan. Terutama perempuan karena perempuan harus mendapatkan hal yang sama dalam pendidikan.[3]

Dari beberapa penjelasan di atas, Nampak bahwa Muhammad Abduh ingin menegakkan nilai-nilai berikut bagi masyarakat Muslim utamanya.

· Nilai persatuan dan solidaritas. Yakni memulihkan kembali kekuatan islam dengan membentuk al-urwah al-wutsqa.

· Nilai pembaruan bertujuan untuk membuka pemikiran dikalangan ummat Islam yang beranggapan pintu ijtihat telah tertutup dan taklid.

· Nilai perjuangan. Yakni gerakan perjuangan baik di dalam politik secara diplomatis, pendidikan, maupun sosial yang mengandung perjuangan dalam membela agama Islam.

· Nilai-nilai kemerdekaan. Abduh berusaha membuka pemikiran yang bebas dalam mengemukakan pemikiran.

Demikian Pemikiran Muhammad Abduh yang dinilai sebagai awal dari kebangkitan abad ke-20 yang disebarkan melalui majalah al Manar dan al urwah al-wutsqa yang kemudian menjadi rujukan para tokoh pembaru Islam dan kurikulum pendidikan yang merujuk pada hasil karya Muhammad Abduh.




[1] Mufti dipandang sebagai jabatan tertinggi bagi ummat Islam saat itu.


[2] Penyusun ensiklopedi Islam, 2005: 13-15


[3] Lihat QS Al-Baqarah :228 dan Al-Ahzab : 35

Related Posts:

0 Response to "Filsafat Pendidikan Islam"

Posting Komentar

Follow Me!!

Blogger Tips and TricksLatest Tips And TricksBlogger Tricks

Join Me

Flag Counter