Natal antara “ya” dan “tidak”




Salah satu tradisi yang harus kita hindari adalah segala sesuatu yang bukan berasal dari Nabi Muhammad Sallallahu alaihi wasallam, apatah lagi tradisi tersebut bukan dari Islam. 

Bertepatan pada tanggal 25 desember merupakan hari raya nya kaum nasrani yang biasa disebut sebagai hari Raya Natal. Pada saat itu semua orang akan menyambut hari raya tersebut dengan menghiasi rumahnya dengan pohon natal, kemudian ada yang menyiapkan kartu ucapan, dan bermacam-macam model yang berkaitan dengan hari raya tersebut.

Permasalahan Yang menjadi titik fokus disini adalah kebanyakan kita sebagai kaum muslimin tidak menyadari bahwa kita sama dengan mereka, kok bisa ? tentu saja bisa. Dalam islam sudah sangat jelas hukum yang menyatakan hal tersebut, sebagiamana yang dijelaskan dalam sebuah hadits Nabi, Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ 

"Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud, Al-Libas, 3512. Al-Albany berkata dalam Shahih Abu Dawud, Hasan Shahih no. 3401) 

Bentuk penyerupaannya bagaimana, kita kan tidak ikut merayakan ? kalau bertemu dengan pertanyaan di atas, maka bentuk ke-ikutsertaan kita dengan mengucapkan selamat atas hari raya mereka, mengucapkan berarti setuju dengan agama mereka, maka dari itu kita tergolong seperti mereka. 

Akan tetapi berhubung dengan pengucapan selamat kepada mereka, ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang membolehkan dan ada pula yang mengharamkan, sebagaimana dikutip dalam situs Eramuslim.com 

Jumhur ulama kontemporer membolehkan ucapan selamat natal. Di antaranya Syeikh Yusuf al Qaradhawi yang berpendapat bahwa perubahan kondisi global lah yang menjadikanku berbeda dengan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah didalam mengharamkan pengucapan selamat hari-hari Agama orang-orang Nasrani atau yang lainnya. Aku (Yusuf al Qaradhawi) membolehkan pengucapan itu apabila mereka (orang-orang Nasrani atau non muslim lainnya) adalah orang-orang yang cinta damai terhadap kaum muslimin, terlebih lagi apabila ada hubungan khsusus antara dirinya (non muslim) dengan seorang muslim, seperti : kerabat, tetangga rumah, teman kuliah, teman kerja dan lainnya. Hal ini termasuk didalam berbuat kebajikan yang tidak dilarang Allah swt namun dicintai-Nya sebagaimana Dia swt mencintai berbuat adil. Firman Allah swt :Artinya : 

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ 

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8) 

Terlebih lagi jika mereka mengucapkan selamat Hari Raya kepada kaum muslimin. Firman Allah swt : 

وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا ﴿٨٦﴾ 

Artinya : “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungankan segala sesuatu.” (QS. An Nisaa : 86) 



Ibnu Taimiyah, Ibnul Qoyyim dan para pengikutnya seperti Syeikh Ibn Baaz, Syeikh Ibnu Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka—serta yang lainnya seperti Syeikh Ibrahim bin Muhammad al Huqoil berpendapat bahwa mengucapkan selamat Hari Natal hukumnya adalah haram karena perayaan ini adalah bagian dari syiar-syiar agama mereka. Allah tidak meredhoi adanya kekufuran terhadap hamba-hamba-Nya. Sesungguhnya didalam pengucapan selamat kepada mereka adalah tasyabbuh (menyerupai) dengan mereka dan ini diharamkan. 

Diantara bentuk-bentuk tasyabbuh yakni : 

1. Ikut serta dalam hari raya tersebut 

2. Mentransfer perayaan-perayaan mereka ke negeri-negeri islam. 

Mereka juga berpendapat wajib menjauhi berbagai perayaan orang-orang kafir, menjauhi dari sikap menyerupai perbuatan-perbuatan mereka, menjauhi berbagai sarana yang digunakan untuk menghadiri perayaan tersebut, tidak menolong seorang muslim didalam menyerupai perayaan hari raya mereka, tidak mengucapkan selamat atas hari raya mereka serta menjauhi penggunaan berbagai nama dan istilah khusus didalam ibadah mereka. 



Jadi, para ulama membolehkan pengucapan tersebut selama tidak iktu serta dalam hari raya mereka dan tidak melanggar aturan-aturan islam dan mengharamkan hal tersebut jika bertentangan dengan Aqidah Islam sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Taymiyah di atas.

lihat Lainnya >> Menghindari sikap Egois


Related Posts:

0 Response to "Natal antara “ya” dan “tidak”"

Posting Komentar

Follow Me!!

Blogger Tips and TricksLatest Tips And TricksBlogger Tricks

Join Me

Flag Counter